Banyuwangi | Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah punya kerajinan berbahan Ilalang yang kini sudah bisa menembus pasar Internasional. Kerajinan itu dikembangkan oleh Budi Hartono,37 sejak tahun 2019 silam.
Usaha pembuatan kerajinan itu awalnya hanya coba-coba. Setelah dirinya menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan rokok di Banyuwangi pada tahun 2018, Budi mengaku kerap berjalan-jalan untuk mencari ide bisnis baru. Saat sedang mencari lokasi untuk memancing tak sengaja Budi melihat banyak deretan ilalang yang tumbuh tak terpakai.
Budi lalu mencoba membuat anyaman berbahan ilalang kering untuk atap rumah. Awalnya beberapa kali upayanya gagal. Mengeringkan ilalang dan mengikatnya rupanya tak semudah yang dia pikirkan. Tapi Budi tak menyerah,berbekal informasi di youtube, Budi berhasil membuat atap berbahan ilalang dengan benar. “
“Setelah bisa membuat, saya dengan beberapa orang temannya punya ide untuk memugar makam penari gandrung pertama Banyuwangi, Mbah Semi di Kelurahan Mojopanggung, Kecamatan Giri. Setelah dibuat ternyata hasilnya bagus,”kata Budi.
Bersama kawanya, Slamet Diharjo, Budi lalu memiliki ide untuk menjual hasil anyamanya. Perlahan, anyaman itu ditawarkanya ke beberapa pengusaha yang akan membuat bangunan baru. Kebetulan saat itu, tren kafe, resto, dan homestay tradisional tengah menjamur di Banyuwangi.”Akhirnya kami tawarkan ke beberapa pengusaha kafe dan ternyata mereka tertarik. Saat itu tahun 2019,” lanjut Budi.
Pelan tapi pasti, usaha itu terus berjalan. Tak disangka, minat terhadap atap anyaman ilalang cukup besar. Belum berapa lama, Budi mendapat pesanan banyak dari salah satu kafe dan homestay di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah.”Saat itu dapat pesanan terbanyak pertama, sekitar enam ribu lembar,” tuturnya.
Untuk memenuhi pesanan tersebut, Budi mengajak belasan warga sekitar tempat tinggalnya untuk bekerja. Hingga saat ini, sebanyak 15 warga ikut bekerja bersama Budi untuk membuat kerajinan tersebut. Lambat laun, pesanan anyaman atap ilalang terus berdatangan. Baik dari Banyuwangi maupun luar kota, mulai dari Jember, Surabaya, hingga Bali. Bahkan, Budi sempat mendapat tawaran dari pembeli untuk dikirim ke luar negeri.”Tapi saya belum bisa menyanggupi karena keterbatasan bahan baku,” sambungnya.
Budi menjual anyaman atap ilalang buatannya yang berukran sekitar 2,5 meter x 1,5 meter Rp 15 ribu per lembar. Harga tersebut bisa lebih murah apabila pembeli memesan dalam jumlah banyak. Sedangkan untuk pekerja, Budi memberikan upah sebesar Rp 3000 untuk satu lembar ilalang. “Usaha ini ikut membantu ibu-ibu di sekitar kampung. Kita tidak perlu mencari kerja jauh-jauh,”kata salah satu warga yang ikut menjadi pekerja Budi, Sulisatun
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengapresiasi ide bisnis yang dijalankan Budi dan warga lainnya. Ide tersebut sesuai dengan semangat yang kini digandrungi banyak orang, yakni tradisional dan kembali ke alam. Dia juga melihat pemanfaatan ilalang sebagai atap menjadi sebuah ide yang kreatif. Apalagi di saat bersamaan, pariwisata Banyuwangi yang terus berkembang. Sehingga membuat bisnis atap ilalang ini cukup menjanjikan.
“Sekarang banyak pengusaha kafe-resto dan homestay yang saat ini mengangkat tema natural dan tradisional. Saya yakin kerajinan ilalang dapat terus berkembang dengan menyasar pasar tersebut. Semoga ini bisa terus berkembang,”kata Ipuk.