Banyuwangi | Produksi kue kelemben gula aren tradisional khas Banyuwangi masih bertahan hingga saat. Tempat produksi kelemben yang berada di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah Banyuwangi itu juga masih mempertahankan penggunaan tungku tanah tanah liat atau bengahan berbahan bakar kayu.
Meski diproduksi tradisional namun peminat makanan khas ini cukup tinggi bahkan dikirim sampai luar daerah. Produksi itu dilakukan oleh Rebaiyah (60) di dapur rumahnya yang berada di Dusun Krajan, Desa Kemiren Kecamatan Glagah. Kue-kue klemben yang dibuatnya dipanggang mengunakan oven tradisional yang terbuat dari tanah liat.
“Rasanya tidak kalah dengan kue klemben yang dibuat dengan alat modern. Luarnya crunchy tapi dalamnya lembut, manisnya juga tidak berlebihan dan tetap memiliki cita rasa khas,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, saat mengunjungi tempat produksi kue klemben Rebaiyah dalam kegiatan program Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa) di desa setempat, Selasa (17/9/2024).
Produksi kue kelemben milik Rebaiyah tersebut diakui telah berhasil beberapa kali dikirim ke luar kota, seperti Bali hingga Kalimantan untuk oleh-oleh jajanan khas Banyuwangi.
Ipuk mengaku, sangat mengapresiasi usaha produksi kue kelemben gula aren tersebut. Pihaknya juga turut memberikan bantuan berupa pengurusan sertifikasi halal produk dan nomor PIRT untuk jajanan sebagai jaminan legalitas produk
“Apa yang dilakukan bu Rebaiyah ini bisa menjadi salah satu bukti pentingnya menjaga kelestarian kuliner khas Banyuwangi. Semoga dengan adanya nomor PIRT dan sertifikat halal yang dimiliki nanti produksi kue yang dibuat dapat lebih berkembang,” kata Ipuk
Sementara Rebaiyah menceritakan, mengawali usaha kuliner kue kelemben gula aren tersebut sejak tahun 2000 an. Saat ini kue kelemben produksinya dijual dengan harga Rp. 30.000 per bungkus dengan isi 15 biji.”Alhamdulillah setiap harinya selalu ada pesanan sekitar 2 sampai 5 kilogram (kg) kue kelemben. Penjualan rutin tiap minggu juga kami lakukan di pasar kuliner Desa Kemiren,” ujarnya.
Selama ini, menurut Rebaiyah, kue kelemben gula merah yang di produksi terus diminati pembeli karena memiliki cita rasa yang khas. Dengan mempertahankan keunikan, Rebaiyah memilih memasak menggunakan alat sederhana seperti memakai oven tungku yang terbuat dari tanah liat atau disebut juga bengahan.
Tidak hanya itu, dia juga mengkombinasi kue kelemben dengan beberapa rasa unik seperti keningar, vanili, dan jahe. “Kami memanggangnya tidak pakai oven modern. Tapi dari bengahan yang diatasnya ditutup besi lalu ditimpa sabut kelapa yang dibakar. Jadi rasanya masih original. Pemanggangan dilakukan selama 15 menit,” kata dia.
Selain mengirim ke luar daerah seperti Bali hingga Kalimantan, Rebaiyah juga banyak menerima pesanan dari warga Banyuwangi terutama saat menghadapi momen hari besar. “Kalau bulan puasa pesanan satu bulan full selalu ada untuk persiapan hari raya. Biasanya dalam satu kali produksi selama ramadan bisa sampai 10 kg,” jelas Rebaiyah.
Sedangkan, untuk dari penjualan kue kelemben gula aren yang didapat dalam satu hari, Rebaiyah bisa meraup keuntungan hingga mencapai Rp. 180.000. “Alhamdulillah keuntungan yang didapat cukup, kami juga berterima kasih karena diperhatikan dan diberikan bantuan agar usaha rumahan yang kami miliki bisa lebih tumbuh,” pungkasnya.(ARI)